APA SAJA YANG BOLEH DIKERJAKAN WANITA?

PERTANYAAN
 
Bagaimana hukum wanita bekeria  menurut  syara'?  Maksudnya:
bekerja  di  luar  rumah seperti laki-laki. Apakah dia boleh
bekerja dan ikut  andil  dalam  produksi,  pembangunan,  dan
kegiatan  kemasyarakatan?  Ataukah  dia  harus terus-menerus
menjadi tawanan dalam rumah, tidak boleh melakukan aktivitas
apa  pun?  Sementara kami sering mendengar bahwa agama Islam
memuliakan  wanita  dan   memberikan   hak-hak   kemanusiaan
kepadanya   jauh   beberapa   abad   sebelum   bangsa  Barat
mengenalnya. Apakah aktivitas  yang  ia  lakukan  itu  tidak
dapat  dianggap  sebagai  haknya  yang akan menjernihkan air
mukanya, sekaligus dapat menjaga  kehormatannya  agar  tidak
menjadi  barang  dagangan  yang  diperjualbelikan  seenaknya
ketika dibutuhkan atau dikurbankan ketika darurat?
 
Mengapa wanita  (muslimah)  tidak  boleh  terjun  ke  kancah
kehidupan  sebagaimana  yang  dilakukan wanita-wanita Barat,
untuk menjernihkan kepribadiannya dan memperoleh hak-haknya,
agar  dapat  mengurus  dirinya sendiri, dan ikut andil dalam
memajukan masyarakat?
 
Kami ingin mengetahui batas-batas syariah terhadap aktivitas
yang  diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekerja untuk
dunianya tanpa  merugikan  agamanya,  lepas  dari  kekolotan
orang-orang  ekstrem  yang  tidak  menghendaki  kaum  wanita
belajar dan bekerja  serta  keluar  rumah  walau  ke  masjid
sekalipun.  Juga jauh dari orang-orang yang menghendaki agar
wanita muslimah lepas  bebas  dari  segala  ikatan  sehingga
menjadi barang murahan di pasar-pasar.
 
Kami  ingin  mengetahui  hukum  syara'  yang  benar mengenai
masalah  ini  dengan  tidak   melebih-lebihkan   dan   tidak
mengurang-ngurangkan.
 
JAWABAN
 
Wanita  adalah  manusia  juga  sebagaimana laki-laki. Wanita
merupakan bagian  dari  laki-laki  dan  laki-laki  merupakan
bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:
 
"...  sebagian  kamu  adalah turunan dari sebagian yang lain
..." (Ali Imran: 195}
 
Manusia merupakan  makhluk  hidup  yang  diantara  tabiatnya
ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak
demikian, maka bukanlah dia manusia.
 
Sesungguhnya Allah Ta'ala  menjadikan  manusia  agar  mereka
beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk
menguji siapa diantara mereka yang  paling  baik  amalannya.
Oleh   karena   itu,   wanita  diberi  tugas  untuk  beramal
sebagaimana laki-laki - dan  dengan  amal  yang  lebih  baik
secara  khusus  - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa
Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:
 
"Maka  Tuhan  mereka  memperkenankan  permohonannya  (dengan
berfirman),  'Sesungguhnya  Aku  tidak  menyia-nyiakan  amal
orang-orang  yang  beramal  diantara  kamu,  baik  laki-laki
maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)
 
Siapa  pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala
di akhirat dan balasan yang baik di dunia:
 
"Barangsiapa yang mengeryakan  amal  saleh,  baik  laki-laki
maupun  perempuan  dalam  keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan  Kami  berikan  kepadanya  kehidupan  yang   baik   dan
sesungguhnya  akan  Kami  beri  balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(an-Nahl: 97}
 
Selain  itu,  wanita  -  sebagaimana  biasa dikatakan - juga
merupakan separo dari masyarakat manusia,  dan  Islam  tidak
pernah   tergambarkan   akan   mengabaikan   separo  anggota
masyarakatnya serta menetapkannya beku  dan  lumpuh,  lantas
dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi
sesuatu pun.
 
Hanya saja tugas wanita yang pertama dan  utama  yang  tidak
diperselisihkan  lagi ialah mendidik generasi-generasi baru.
Mereka memang disiapkan oleh Allah  untuk  tugas  itu,  baik
secara  fisik  maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak
boleh dilupakan atau  diabaikan  oleh  faktor  material  dan
kultural  apa  pun.  Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat
menggantikan peran kaum wanita  dalam  tugas  besarnya  ini,
yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya
pula terwujud kekayaan yang  paling  besar,  yaitu  kekayaan
yang berupa manusia (sumber daya manusia).
 
Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil, yaitu
Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:
 
   Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan
   Jika Anda mempersiapkannya dengan baik
   Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik
   pokok pangkalnya.
 
Diantara aktivitas wanita ialah memelihara  rumah  tangganya
membahagiakan  suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang
tenteram  damai,  penuh  cinta  dan  kasih  sayang.   Hingga
terkenal   dalam  peribahasa,  "Bagusnya  pelayanan  seorang
wanita  terhadap   suaminya   dinilai   sebagai   jihad   fi
sabilillah."
 
Namun  demikian,  tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar
rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak  ada  seorang  pun
yang  dapat  mengharamkan  sesuatu  tanpa adanya nash syara'
yang sahih periwayatannya dan  sharih  (jelas)  petunjuknya.
Selain  itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan
itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.
 
Berdasarkan prinsip ini,  maka  saya  katakan  bahwa  wanita
bekerja  atau  melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan
kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau  wajib
apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda
atau diceraikan suaminya, sedangkan  tidak  ada  orang  atau
keluarga  yang  menanggung  kebutuhan  ekonominya,  dan  dia
sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi  dirinya
dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.
 
Selain  itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita
untuk   bekerja,   seperti   membantu   suaminya,   mengasuh
anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil,
atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua
orang  putri  seorang  syekh  yang  sudah  lanjut  usia yang
menggembalakan  kambing  ayahnya,  seperti  dalam  Al-Qur'an
surat al-Qashash:
 
"...  Kedua  wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi
(ternak   kami)    sebelum    penggembala-penggembala    itu
memulangkan  (ternaknya),  sedangkan bapak kami adalah orang
tua yang telah lanjut umurnya.'" (al-Qashash: 23)
 
Diriwayatkan  pula  bahwa  Asma'  binti  Abu  Bakar  -  yang
mempunyai dua ikat pinggang - biasa membantu suaminya Zubair
bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk
dimasak,   sehingga   ia  juga  sering  membawanya  di  atas
kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.
 
Masyarakat  sendiri   kadang-kadang   memerlukan   pekerjaan
wanita,  seperti  dalam  mengobati  dan  merawat orang-orang
wanita, mengajar anak-anak putri,  dan  kegiatan  lain  yang
memerlukan  tenaga  khusus  wanita.  Maka  yang utama adalah
wanita  bermuamalah  dengan  sesama  wanita,  bukan   dengan
laki-laki.
 
Sedangkan  diterimanya  (diperkenankannya) laki-laki bekerja
pada sektor wanita dalam beberapa hal  adalah  karena  dalam
kondisi  darurat  yang  seyogianya  dibatasi  sesuai  dengan
kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.
 
Apabila  kita  memperbolehkan  wanita  bekerja,  maka  wajib
diikat dengan beberapa syarat, yaitu:
 
1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya,
   pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu
   yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani
   lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi
   seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering
   berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang
   nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja
   di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras - padahal
   Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya,
   membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal
   terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan,
   bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri
   asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain
   yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita
   maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.
   
2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam
   berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.
   
   "Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah
   mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
   janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
   (biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )
   
   "... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
   perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )
   
   "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
   berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan
   ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)
   
3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan
   kewajibankewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti
   kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan
   kewajiban pertama dan tugas utamanya.
 
Wabillahi aufiq.
 
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X

Comments

Popular posts from this blog

Boot Dos 98 Dengan Flashdisk (Simple Methode)

Air Mani Tidak Cepat Keluar

BABAD TANAH JAWI SYEKH AL MAULAYA / SYEKH MULYO ( SYEKH AKBAR)